MENGENAL TUMBUHAN DI ZAMAN PALEOZOIC
August 9, 2017
“Dingiso” Satwa Langka Dari Pegunungan Tengah Papua
November 17, 2017

MONITORING POPULASI DAN HABITAT BUAYA (Crocodylus SP.) DI SUNGAI OTAKWA, KAMPUNG OHOTYA, DISTRIK MIMIKA TIMUR JAUH

Wilayah dataran rendah bagian Selatan Taman Nasional Lorentz telah lama menjadi habitat bagi dua jenis buaya yang dilindungi yaitu Buaya Muara (Crocodylus porosus) dan Buaya Air Tawar Irian (C. novaeguineae). Pemanfaatan kedua jenis buaya tersebut oleh masyarakat lokal telah dilakukan secara turun temurun dengan motivasi untuk memenuhi kebutuhan protein hewani hingga terkadang sebagai sumber pendapatan alternatif dengan pemanfaatan kulitnya. Mengingat semakin berkembangnya ancaman dan tekanan terhadap populasi dan habitat buaya, maka Balai Taman Nasional Lorentz secara rutin melaksanakan kegiatan monitoring habitat dan populasi buaya. Seluruh kegiatan tersebut dilaksanakan di wilayah dataran rendah bagian Selatan yang merupakan wilayah kerja dari Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Timika. Pada tahun 2017 ini, kegiatan dilaksanakan selama 10 (sepuluh) hari pada pertengahan bulan juli oleh tim yang beranggoatakan 7 orang dengan menggunakan perahu motor pada trayek pengamatan sebelumnya, yaitu Sungai Otakwa Distrik Mimika Timur Jauh Kabupaten Mimika Provinsi Papua.
Kegiatan ini dilaksanakan menggunakan metode penentuan populasi buaya dengan cara hitung malam (night count) berdasarkan Messel et al. (1981) yang dilakukan secara berulang. Dalam pelaksanaanya, tim yang terdiri dari pengemudi, pencatat, navigator dan pengamat menggunakan perahu motor dan spotlight untuk mendapatkan sorotan/pantulan mata buaya disepanjang trayek pengamatan. Sedangkan untuk siang hari, survey diawali dengan orientasi lapangan untuk membuat transek dengan panjang tergantung pada panjang sungai dan kondisi habitat. Untuk menentukan jalur transek dilakukan dengan menginput titik koordinat awal dan akhir pada GPS. Data yang diperoleh kemudian diolah secara tabulasi. Karena buaya merupakan satwa yang cenderung menyukai area-area ditepi perairan, maka karakteristik habitat bersifat garis lurus, dan bukan habitat yang bersifat luasan sehingga dalam nilai kerapatan/densitas akan diberikan satuan panjang km, bukan luasan km2. Berdasarkan hasil kegiatan tersebut diatas Rata-rata jumlah buaya yang ditemukan di jalur pengamatan dengan panjang 43,52 km secara visual adalah 38 ekor/pengamatan, dengan kerapatan/densitas populasi sebanyak 0,87 ekor/km. Terjadi penurunan jumlah populasi sebesar 19,15 % selama kurun waktu 2 (dua) tahun. Kegiatan serupa yang dilaksanakan pada tahun 2015 pada lokasi dan panjang jalur pengamatan yang sama memperoleh hasil 47 ekor, atau dengan dengan kerapatan/densitas populasi sebanyak 1,08 ekor/km. Penurunan jumlah rata-rata populasi buaya lebih didasarkan pada cuaca di Laut Arafura yang cenderung hujan hingga badai selama pengamatan dilaksanakan. Hal tersebut kemudian berkorelasi dengan waktu pasang surut air laut yang menjadi sulit diprediksi. Penurunan jumlah rata-rata populasi buaya juga didasarkan pada kecenderungan aktifitas masyarakat yang tinggi di sungai Otakwa selama dilaksanakannya kegiatan, terutama pada siang hari hingga menjelang tengah malam. Kondisi lingkungan terbaik dengan jumlah buaya yang ditemukan paling banyak adalah pada malam hari dengan cuaca cerah dan dalam konsisi air surut terendah (01.00 – 02.30 WIT) di beberapa habitat dengan kompleksitas vegetasi yang didominasi semak belukar, Pandanus sp., Nypah sp., Rhizopora sp., dan Sonneratia sp. Ketersediaan pakan buaya yang cukup melimpah seperti ikan Sembilang, Bolanak, Pari, Mata bulan dan udang serta kondisi vegetasi yang rapat dan akses yang sulit/jarang dijangkau oleh masyarkat di beberapa tempat menjadi habitat yang relatif baik dan representatif. Spot-spot tersebut tersebar dibeberapa lokasi di sepanjang Sungai Otakwa bagian Utara.
Sumber : Hasil Survey Lapangan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Lorentz Wilayah I Timika Taman Nasional Lorentz