“Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, namun tidak akan pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan segelintir kecil manusia yang serakah”. Itulah ungkapan Mahatma Gandhi. Kalimat yang begitu padat yang penuh makna. Ungkapan di atas sebagai potret kekinian kondisi hutan kita. Hutan-hutan yang dahulu nan hijau membentang dari ujung barat hingga timur, kini yang tersisa hanya bekas tebangan yang hidup merana akibat ketamakan manusia.
Hutan di negeri ini terkenal sebagai paru-paru dunia. Melalui proses fotosintesis hutan dapat menghasilkan senyawa O2 yang nantinya dimanfaatkan oleh berbagai mahluk hidup, di antaranya untuk keperluan respirasi. Kini senyawa O2 mulai terjangkit oleh berbagai senyawa lain yang bersumber dari aktivitas manusia seperti CO2, N0, NO2, CFC dan masih banyak lagi. Senyawa-senyawa tersebut dihasilkan dari berbagai industri, kendaraan bermotor dan lain sebagainya. Kian hari konsentrasinya semakin meningkat di atmosfir dan menjadi biang keladi menipisnya lapisan atmosfir. Peranan hutan pun untuk meminalisir senyawa tersebut tak lagi berimbang karena laju degradasi dan deforestasi terjadi di mana-mana.
Hutan bukan saja sebagai paru-paru dunia, melainkan juga sebagai rumah bagi kehidupan liar, aneka jenis satwa dijumpai di sana. Di bawah lebatnya pepohonan mereka berinterakasi satu sama lain hingga membentuk suatu sistem yang cukup kompleks. Kini, rumah sebagai tempat berlindung, mencari makan bahkan tempat berkembang biak bagi meraka telah berubah menjadi lahan untuk perkebunan, pertambangan, pemukiman bahkan industri kehutanan.
Sejak tahun 1980-an sampai 1990-an Hutan Kalimantan dan Sumatera dieksploitasi besar-besaran oleh segelintir manusia. Izin pemanfaatan hutan mulai merebak di mana-mana tak peduli kawasan lindung atau konservasi demi meraup keuntungan semata. Sebagai akibatnya, tak sedikit kekayaan hayati yang tersimpan di antara rapatnya rerimbunan pohon mengalami nasib malang, populasinya kian menurun bahkan sebagian di antara mereka kini tak lagi bersua di alam bebas alias punah. Padahal beberapa jenis diantara mereka masih menyimpan sejuta teka-teki akan manfaatnya baik itu beguna bagi kesehatan manusia maupun menjaga kesimbangan ekosistem.
Rusaknya hutan diibaratkan “senjata makan tuan” karena manusia pun merasakan buntut dari perbuatannya. Terjadinya perubahan iklim menjadi dampak nyata bagi manusia. Tak sedikit kerugian materi yang harus ditanggung akibat banjir, kekeringan, badai serta tanah longsor. Bukan hanya itu, korban jiwa pun berjatuhan akibat bencana tersebut bahkan juga tak jarang manusia menjadi korban amukan binatang buas. Rentetan-rentetan kejadian ini belum ada tanda-tanda kapan berakhir serta menjadi pertanda buruk bagi manusia, alam kini mulai tak bersahabat lagi dengan kita. Sikap keangkuhan, kesombongan, kerakusan serta keegoisan manusia telah membuat alam marah, manusia telah menghancukrkan sana kemari isi alam demi meraup keuntungan semata, namun pada akhirnya kita sendiri yang harus menaggung deritanya.
Di era modern, pembangunan berkelanjutan menjadi trend kekinian, tak jarang seperti kawasan lindung maupun konservasi menjadi korban dari aktivitas pembangunan baik untuk keperluan tambang, jalan, pemukiman, sarana transportasi bahkan komunikasi. Ironisnya lagi, sebagian orang menganggap keberadaanya menjadi penghambat laju pembangunan. Kini, anggapan tersebut perlahan-lahan mulai dijawab. Alhasil beberapa kawasan konservasi di negeri ini seperti taman nasional mulai mengeluarkan tajinya. Tak sedikit wisatawan silih berganti datang mengunjunginya baik itu wisatawan dalam negeri bahkan berasal dari berbagai belahan bumi lain. Mereka hanya datang ingin melihat akan keindahan pesona alam di negeri ini, mulai dari keindahan laut hingga pegunungan. Banyak pihak yang meraup keuntungan, tak lain juga masyarakat di sekitarnya, usaha-usaha mereka laku mendadak bagaikan “kejatuhan durian runtuh” . Banyak usaha-usaha mereka seperti jasa transportasi, perhotelan, rumah makan menjadi sumber pendapatan mereka, bahkan tak jarang pula di antara mereka menjadi Guide Wisata.
Dengan demikian, sudah saatnya kita berpikir bijaksana. Hutan bukan saja sebagai sumber kayu, melainkan juga dapat memberikan manfaat yang lebih jika kita betul-betul menjaga, merawat serta mengelolanya dengan baik. Kini, hutan-hutan yang sudah rusak kita harus mulai membenahinya jangan biarkan sejengkal pun hutan yang masih tersisa mengalami nasib serupa. Tiada kata terlambat untuk berbenah selama niat dan tekad yang sungguh. Terpenting lagi bagi manusia adalah hutan bukan hanya milik generasi sekarang melainkan juga generasi akan datang sehingga hutan layaknya seperti barang pinjaman, kita harus mengembalikan tanpa mengurangi sedikit pun hak pemiliknya.